Menuju 20: I'm Gonna Leave Teenager

source: apnic.net

Sudah bulan Juni lagi. Rasanya baru kemarin wall Facebook saya dipenuhi ucapan selamat ulang tahun. Masih teringat ketika rekan kerja saya menyalami saya setelah saya mengumpulkan form pendaftaran Jamsostek. "Isma ulang tahun ya?" begitu ucapnya yang berbuntut dengan banjirnya ucapan selamat dan cipika cipiki dari kolega yang lain. Iya kisah itu masih membekas.

Jujur saja tak ada yang spesial dari hari ulang tahun saya. Tak pernah ada pesta kejutan. Tak pernah ada yang sengaja mengerjai saya. Entah karena saya yang tak berarti untuk diberi kejutan atau karena bulan Juni identik dengan musim ujian dan musim liburan sehingga sulit untuk mengingat hari ulang tahun. Entahlah. Mungkin alasan yang pertama. But it's not the matter.

Iya, bukan kejutan atau banjirnya ucapan selamat yang penting saat ulang tahun. Melainkan 'renungan'. Semakin tua umur kita, semakin sedikit sisa hidup kita, semakin berat ujian yang akan menunggu kita. Seharusnya itu yang saya pentingkan ketika ulang tahun. Namun kenyataannya saya masih seperti abg yang 'gila' akan ucapan selamat. Geez!

Di ulang tahun ke-20 nanti saya ingin sesuatu yang berbeda. Iya berbeda dalam diri saya. Saya ingin Isma di umur 19 tidak sama dengan Isma di umur 20. Isma yang mudah tersinggung, emosional, gengsi, cuek, suka mengeluh, dan pendendam, tidak ada lagi ketika Isma meninggalkan kepala satu. Saya ingin Isma di umur 20 menjadi Isma yang ikhlas dan sabar. 'Wacana' itu sudah sejak saya berada di SMA tingkat akhir. Kala itu saya bertanya kepada guru saya, bagaimana menjadi orang yang ikhlas dan sabar? Beliau menjawab, itu semua kembali pada diri masing-masing. Hatilah yang mengendalikan emosi kita. Cukup sulit memang, tapi itulah ujian terberat manusia, mengendalikan diri. :)

Sebenarnya tak perlu menunggu usia 20 untuk menjadi Isma yang ikhlas dan sabar. Namun itu sungguh sulit. Sudah dua tahun lebih saya berjuang menjadi insan yang ikhlas dan sabar namun pada kenyataannya saya masih menjadi Isma yang emosinya meletup-letup dan sulit melupakan kekecawaan akibat disakiti orang lain. Sungguh saya merugi! :'(

Semoga 6 hari lagi ketika saya resmi meninggalkan masa remaja, saya menjadi orang yang bijak, pemaaf, ikhlas, sabar, dan bertanggung jawab. Bijak, easier said than done, tapi inilah usaha. Saya ingin lebih bijak dalam berbicara. Saya harap semoga tidak lagi keluar cemoohan atas tingkah polah orang lain yang salah. Gerutu-gerutu kecil yang terlepas dari mulut. Semoga kata-kata yang keluar dari mulut saya adalah kata-kata yang bermanfaat bagi orang lain. Pemaaf, sikap yang mungkin perlahan saya bisa melakukannya namun masih sulit untuk melupakan kekecewaannya. Ya itulah saya, pendendam. Ketika saya disakiti, akan sangat sulit bagi saya bersikap baik kepadanya hingga orang tersebut meminta maaf kepada saya. Meski sikap saya kembali baik kepadanya namun luka-luka itu masih akan membekas di hati saya. Nah, hal semacam itu ingin saya tinggalkan. Hidup itu untuk masa depan. Masa lalu hanya untuk pelajaran. Tentu saja untuk menjadi orang yang pemaaf saya harus menjadi orang yang ikhlas dan sabar. Bertanggung jawab menjadi poin penting mengingat saya orang yang cuek dan tidak peduli lingkungan. Saya juga tipikal orang yang suka melimpahkan kesalahan pada orang lain meski saya sendiri benci akan sifat itu. Suatu saat, ketika saya memang salah, saya ingin berbesar hati mengatakan, "Iya itu kesalahan saya. Apa yang bisa saya perbuat untuk memperbaiki kesalahan itu?" Tanggung jawab bukan hanya pada pekerjaan namun juga pada hati. Saya ingin sekali berbesar hati mengakui kesalahan saya ketika saya melukai hati orang lain. Namun itu sulit. Saya terlalu gengsi untuk mengakuinya. Apalagi untuk meminta maaf? Benar-benar saya ingin membuang jauh-jauh sifat buruk itu.

Teman-teman, doakan saya menjadi Isma yang lebih baik. Ingatkan saya ketika saya khilaf. Tuntun saya ketika saya berada di jalan yang salah. Sesungguhnya saya begitu rapuh dan kalianlah energi yang dapat membuat saya lebih kuat.

Komentar

Postingan Populer